JAKARTA – Dengan berlakunya UU Nomor 19 tahun 2002, tentang Hak Cipta, maka pembajakan masuk daftar “musuh besar” dalam dunia industri. Sebelum Hak Cipta, UU No.14/2001, tentang Merek dan UU No.15/2001 sudah diluncurkan terlebih dahulu.
Ketiga istilah Hak Cipta, Paten dan Merek memang sangat populer berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI). Sebuah produk, biasa-nya hanya didaftar untuk memperoleh Hak Cipta, Merek atau Paten. Padahal, dalam sebuah produk, tidak hanya ketiga unsur tersebut, masih ada Desain Industri dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Bagaimana dengan desain industri?
Perlindungan hukum terhadap desain industri seolah tenggelam dalam hingar bingar kampanye anti pembajakan. Bagi kebanyakan orang istilah desain industri masih asing
Terbitnya UU mengenai Desain Industri memang tergolong baru – UU Nomor 31 Tahun 2000 yang berlaku sejak 20 Desember 2000. Pendaftarannya sendiri baru dimulai pada 16 Juni 2001. Tak heran, bila desain industri kalah beken dibandingkan Hak Cipta, Paten atau Merek.
Padahal desain bagi masyarakat menjadi indikator akan nilai sebuah produk. Lihat saja, bagaimana desain telepon selular, mobil, motor, produk elektronik atau produk lain berubah demikian cepat. Dengan desain yang semakin menarik maka nilai sebuah produk ikut terdongkrak.
Namun, ironisnya desain yang di daftar masih sangat sedikit dibandingkan begitu banyak jumlah produk yang dikeluarkan dalam industri.
Direktur Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang Departemen Kehakiman dan HAM, Emawati Junus mengakui besarnya ketidaktahuan masyarakat terhadap perlindungan desain industri.
Saat ini, pendaftaran terhadap desain industri yang masuk baru 8000 aplikasi dan di antaranya hanya 49 aplikasi berasal dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Statistik pemohon dari luar negeri 14 persen dan 86 persen berasal dari dalam negeri.
“Hak Cipta memang lebih dikenal daripada desain industri. Bagi masyarakat desain industri masih sangat baru,” ujarnya.
Jika Hak Cipta atau Merek adalah perlindungan terhadap produk tersebut maka desain industri adalah perlindungan terhadap penampakan suatu produk. Jadi perlindungan lebih pada bentuk kreasi penampakan dan konfigurasi yang tampak pada suatu produk bukan perlindungan terhadap produk tersebut.
Mendapat Hak
Setiap orang yang mendapat persetujuan dari Direktorat HKI maka mendapat hak desain industri atau monopoli selama 10 tahun. Pemegang hak desain industri ini mempunyai hak memberi izin atau melarang orang lain untuk membuat, menjual, mengimpor, mengekspor atau mengedarkan barang yang telah diberikan hak desain industri.
Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Depkeh HAM, Abdul Bari Azed menegaskan, desain industri akan mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi. Bagaimanapun perlindungan terhadap desain industri akan meningkatkan kreativitas dalam menciptakan produk yang beragam di sektor manufaktur serta kerajinan.
Namun, Abdul Bari Azed mengakui pemerintah sangat minim melakukan sosialisasi mengenai desain industri. Karena itu, tidak aneh bila kemudian ada ketidaktahuan masyarakat akan desain industri. Jika begini fasilitas keringanan yang diberikan untuk UKM tingkat realisasinya sangat rendah.
Dalam PP Nomor 50 Tahun 2001, ada biaya khusus yang diberikan untuk UKM, pelajar atau mahasiswa dalam mendaftarkan desainnya. Kelompok ini mendapat keringanan 50 persen dari Rp 600.000 setiap kali pendaftaran.
Mudah Dibajak
Bayangkan jika desain sebuah produk tidak berubah. Lebih parah lagi, pertumbuhan dari industri minus. Jika itu yang terjadi pertumbuhan ekonomi juga tidak ada. Desain merupakan aset produk, bagian dari kreativitas manusia.
Kreativitas ini perlu ditingkatkan supaya bisa bersaing di perdagangan global.
Industri dan desain menjadi dua hal yang tak bisa dipisahkan. Dalam hal inilah, industri cenderung rendah dalam pengembangan desain. Tak pe-lak, bila kemudian sebuah kreativitas dibajak.
Menurut Guru Besar Desain Produk Industri ITB, Imam Buchori Zaenuddin hal itu disebabkan ada kegamangan dari industri untuk mengembangkan produk yang siklus hidupnya berjangka panjang dengan alasan investasi semacam itu penuh risiko. Selain itu, kurangnya wawasan industri tentang desain dan adanya anggapan penelitian desain membutuhkan biaya yang mahal serta belum adanya kejelasan hubungan antara industri dengan pendesain.
Pembajakan desain memang tak jarang dianggap sepi, tak heran kasus pembajakan ini yang muncul ke permukaan nyaris tidak ada. Padahal sebuah desain, sangat mudah untuk dijiplak. Misalnya dalam pameran, khususnya UKM, umumnya akan memamerkan produk belum didaftarkan.
Dengan hanya memotret produk itu, membuatnya dengan desain yang sama dan mendaftarkan atas nama dirinya maka dia mendapatkan hak atas desain produk tersebut. Secara tidak langsung sesorang bisa mendapatkan hak desain industri yang seharusnya milik orang lain secara legal.
Harus Berjaga-jaga
Industri maupun masyarakat, ujar Emawati harus berjaga-jaga dengan pembajakan desain. Terlebih, banyaknya industri terutama UKM yang tidak peduli dengan hak ini. Karena itu, pendesain kerap tidak mempunyai hak atas kerativitas yang dihasilkannya.
“Pendesain akhirnya hanya jadi tukang dan yang mendaftarkan adalah orang lain, bahkan kepemilikan hak desain adalah orang asing,” ujar Emawati.
Pihaknya, ujar Emawati tengah mengupayakan agar UKM, pelajar dan mahasiswa mendapat pembebasan atas biaya pendaftaran seperti yang dilakukan pemerintah Korea. Tak pelak, desain industri sangat berkembang di negara ginseng tersebut.
Imam Buchori mengemukakan, Korea mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat tidak terlepas dari kebijakan pemerintahnya dalam memberdayakan desain. Korea sangat ambisius menjadikan negaranya sebagai design leading countries.
Korea secara khusus membentuk lembaga yang diserahi tugas mempromosikan desain produk, yakni Korean Industrial Design Promotion.
Lembaga ini gila-gilaan melakukan riset desain industri yang bersifat fundamental. Pemerintah Korea mengalokasikan dana riset untuk jangka 5 – 10 tahun yang jumlahnya sangat besar, namun hasilnya harus memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan ekonomi nasional.
Kelemahan Sistem
Rasanya terciptanya persaingan yang adil masih jauh. Sampai saat ini saja pemerintah masih mencari bentuk perlindungan desain industri. Sistem pendaftaran yang berlaku dinilai mempunyai banyak kelemahan, sehingga memberi peluang bentuk kecurangan.
Emawati mengatakan, kepemilikan hak desain industri akan dikeluarkan terhadap semua pemohon pertama, apabila tidak ada yang mengajukan keberatan.
“Siapa yang lebih dulu mendaftarkan dan tidak ada oposisi, kami akan mengeluarkan sertifikat hak desain industri,” kata Emawati.
Berdasarkan aturan desain yang didaftar tersebut adalah desain industri baru, bukan desain industri yang sudah lama. Namun, dalam sistem ini sarat dengan kekhawatiran apabila desain yang didaftar ternyata desain lama.
Sistem pendaftaran tidak memungkinkan adanya pemeriksaan subtantif seperti halnya paten atau merek.
Dibandingkan negara lain, seperti Korea sudah menganut sistem fully examination atau pemeriksaan secara penuh. Pemeriksaan semacam ini meminimalkan bentuk kecurangan. Setiap pengajuan permohonan hak desain industri akan diperiksa latar belakang produk tersebut.
“Hanya saja sistem ini membutuhkan biaya yang besar. Apakah pemerintah bersedia mengeluarkan dana untuk itu,” ujar Emawati.
Pada satu sisi Emawati mengatakan, saat ini perhatian pemerintah lebih pada mendorong lahirnya kreativitas. Kretaivitas ini diharapkan akan meningkatkan nilai jual sehingga semakin kompetitif. Akan tetapi tanpa dorongan dari pemerintah hal ini mustahil. Di negara maju, kesadaran perlunya mendaftarkan hak desain industri sangat luar biasa berbanding terbalik dengan Indonesia.
Alangkah indahnya jika negara seperti Korea mampu mendongkrak perekonomiannya lewat desain industri. Di Indonesia, tunggu dulu! (mis)
Copyright © Sinar Harapan 2003 (http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/industri/2003/0910/ind1.html).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar